N_da

Kamis, 27 Januari 2011

POLIGAMI

POLIGAMI
A. Pengertian Poligami
Secara etimologis, poligami berasal dari bahasa yunani, yakni apolus yang artinya banyak dan gamos yang artinya kawin. Secara istilah yaitu perkawinan dimana seorang pria mengawini lebih dari seorang wanita pada waktu yang bersamaan. Pengertian ini juga yang tercantum dalam undang-undang no 1 tahun 1979 tentang perkawinan di indonesia.
Pengertian poligami,menurut dalam bahasa indonesia, adalah sistim perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan jenis diwaktu bersamaan.
Para ahli membedakan istilah bagi sorang laki-laki yang mempunyai lebih dari seorang istri dengan istilah poligini yang berasal dari kata polus berarti banyak dan gune berarti perempuan. Sedangkan bagi seorang istri yang mempunyai lebih dari seorang suami disebut poliandri yang berasal dari kata polus yang berati banyak dan andros berati laki-laki.
Jadi,kata yang tepat bagi seorang laki-laki yang mempunyai isrti lebih dari seorang dalam waktu yang bersaman adalah poligini bukan poligami. Meskipun demikian, dalam perkatan sehari hari yang dimaksud dengan poligami yaitu adalah perkawinan seorang laki-laki dengan lebih seorang permpuan dalam waktu yang bersaman. Yang dimaksud poligini itu, menurut masyarakat umum adalah Poligami .
B. Dasar Hukum Poligami
Dasar pokok Islam yang membolehkan poligami adalah Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 3 :
وان خفتم الا تقسطوا فى اليتمى فانكحوا ما طا ب لكم من النساء مثنى وثلث و رباع
فان خفتم الا تعدلوا فواحدة او ما ملكت ايمانكم ذالك ادنى الا تعوالوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim), maka kawinilah apa yang kamu senangi dari wanita-wanita (lain): dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat. Lalu, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisâ’[4}: 3 ).
Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi pada ayat di atas: Pertama, ayat ini tidak membuat peraturan baru tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut berbagai syariat agama dan adat istiadat masyarakat. Ia tidak juga menganjurkan apalagi mewajibkanya. Ia, hanya berbicara tentang bolehnya poligami bagi orang-orang dengan kondisi tertentu. Itu pun diakhiri dengan anjuran untuk ber-monogami dengan firman-Nya: “Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Adalah wajar bagi satu perundangan, apalagi agama yang bersifat universal dan berlaku untuk setiap waktu dan tempat, untuk mempersiapkan ketetapan hukum bagi kasus yang bisa jadi terjadi satu ketika, walaupun baru merupakan kemungkinan
Ayat tersebut merupakan kelanjutan tentang memelihara anak yatim, kemudian disebutkan tentang kebolehan beristri lebih dari empat. Karena erat hubungannya pemeliharaan anak yatim dengan beristri lebih dari satu sampai empat. Maksud ayat tersebut adalah jika seorang laki-laki merasa yakin tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak perempuan yatim, maka carilah perempuan lain.
Dengan mengutip pendapat Muhammad Abduh, Nasruddin Baidan menjelaskan bahwa ada dua ide mendasar dalam surat al-nis’ayat 3 di atas, yaitu pertama, kebolehan berpoligami itu merupakan solusi dari problem sosial yang hidup ditengah masyarakat, dan problem tersebut telah mengakar di kalangan msyarakat. Dengan demikian, adat istiadat yang telah mengakar tersebut tidak mungkin untuk dihapus total oleh islam melainkan dengan memperbaharui aturan dan pelaksanaanya sedemikian rupa sehingga cocok dengan harta dan martabat kemanusian manusia. Kedua, anjuran untuk menikahi wanita lebih dari seorang bukan meupakan perintah mutlak namun bersifat kondisional. Muhammad Abduh memberikan istilah hukum sekunder untuk poligami bukan hukum primer.
Hal senada juga diungkapkan oleh Quraish Shihab dengan tegas bahwa ayat di atas tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya, ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itupun merupakan pintu darurat kecil yang hanya bisa dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak ringan .
Dengan seperangkat aturan yang jelas dan persyaratan yang ketat untuk menikahi perempuan lebih dari seorang pada waktu yang bersamaan merupakan upaya islam untuk menjaga dan menghormati hak-hak kaum wanita agar mereka lebih terhormat dan tidak dipermainkan seperti boneka oleh tangan-tangan yang jahil. Satu hal yang pasti, poligami tidak akan mungkin dihapuskan dari peradapan manusia.
C. Batas Banyaknya Istri Sekali Pegang
Melihat kepada surat Annisa ayat 3 di atas, ada batasan-batasan yang diberikan, pertama: batas maksimal empat orang istri dan kedua: hanya boleh dilakukan jika mampu berlaku adil. Kalau tidak terpenuhi syarat tersebut dilarang melakukan poligami .
Syafii berkata : Telah ditunjukkan oleh Rasulullah sunnah Rasulullah sebagai penjelasan dari firman Allah, bahwa selain Rasulullah SAW, tidak ada seorangpun yang dibenarkan kawin lebih dari empat perempuan.
Pendapat Syafi’i ini menurut ijma’ para Ulama, kecuali yang diriwayatkan dari segolongan kaum Syiah, yang membolehkan kawin lebih dari empat orang istri, bahkan ada sebagian dari mereka berpegang kepada praktek Rasulullah SAW, tentang memadu lebih banyak dari empat orang istri sampai sembilan istri.
Malik meriwayatkan dalam Al-Muwatha’, Nasa’I dan Daruquthni dalam masing-masing kitab sunannya:
ان النبي ص م قال لغيلان ابن امية الثقفي وقد اسلم وتحته عشرة نسوة :
اختر منهن اربعا و فارق ساءراهن
“Bahwa Nabi berkata kepada Ghailan bin Umayyah ats-tsaqafi yang masuk Islam, padahal ia punya istri sepuluh, Beliau bersabda:“Pilihlah empat orang diantara mereka dan ceraikan yang lainnya””

D. Prosedur Poligami
Mengenai prosedur atau tata cara poligami secara resmi Islam memang tidak mengatur secara pasti, namun di Indonesia, dengan KHI (Kompilasi Hukum Islam) nya, telah mengatur hal tersebut.

1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama, yang pengajuannya telah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga, atau keempat tanpa izin dari pengadilan agama tidak mempunyai kekuatan embi .
Ketentuan dari pengadilan agama, seorang suami yang akan beristri lebih dari satu orang apabila.
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan .
Untuk memperoleh izin dari pengadilan agama harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
1. Adanya persetujuan istri.
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Dalam persoalan izin ini maka istri bisa diminta dengan bukti tulisan atau lisan pada sidang pengadilan agama.
Dalam hal istri tidak mau memberikan izin atas persetujuan kepada suaminya untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan salah satu alas an di atas, maka prosesnya dapat dilakukan di persidangan, dan bagi istri atau suami juga dapat melakukan banding atau kasasi.

E. Hikmah Poligami
Dengan menyimak hikmah-hikmah yang terkandung dalam poligami, hendaknya ada kemauan dari pihak pemerintah untuk memperhatikan lebih tentang permasalahan ini :
Diantara hikmahnya adalah :
1. Merupakan karunia Allah terhadap manusia, yaitu diperbolehkannya poligami membatasinya sampai empat.
2. Pepatah mengatakan bahwa kebesaran terletak pada keluarga yang besar pula, dan ini berimplikasi terhadap pembangunan agama. Jalan untuk mendapatkan jumlah yang besar hanyalah dengan perkawinan atau alternative lain dengan poligami
3. Adakalanya istri mandul atau sakit keras yang tidak memiliki harapan untuk sembuh, padahal dia masih ingin melanjutkan kehidupan berumah tangga, sementara suami menginginkan lahirnya anak yang sehat dan pintar dan seorang istri yang dapat mengurus rumah tangganya dengan baik.
4. Ada sebagian laki-laki yang memiliki dorongan seksual tinggi, yang merasa tidak puas dengan seorang istri, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah tropis. Dari pada jatuh kepada perzinahan lebih baik diberikan jalan yang halal untuk memuaskan nafsunya dengan cara berpoligami .

KESIMPULAN
Poligami secara bahasa berasal dari bahasa yunani, yakni apolus yang artinya banyak dan gamos yang artinya kawin. Secara istilah yaitu perkawinan dimana seorang pria mengawini lebih dari seorang wanita pada waktu yang bersamaan.
Islam pada dasarnya membolehkan poligami berdasarkan firman-Nya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim), maka kawinilah apa yang kamu senangi dari wanita-wanita (lain): dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat. Lalu, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisâ’[4}: 3 ).

Pendapat Syafi’I yang menyatakan tidak boleh beristri lebih dari empat adalah menurut ijma’ para Ulama, kecuali yang diriwayatkan dari segolongan kaum Syiah, yang membolehkan kawin lebih dari empat orang istri, bahkan ada sebagian dari mereka berpegang kepada praktek Rasulullah SAW, tentang memadu lebih banyak dari empat orang istri sampai embilan istri
Poligami di Indonesia mempunyai prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) meskipun di dalam islam tidak ada ketentuan pasti tentang poligami.

SARAN
1. Poligami bukanlah merupakan sebuah anjuran namun diperbolehkan maka seandainya ada diantara kita nantinya ingin melaksanakannya sebaiknya dipertimbangkan dulu matang-matang, karena berlaku adil itu bukanlah hal yang mudah dan konsekwensinya lebih besar.
2. Kalau ternyata poligami merupakan jalan yang mesti diambil dengan alasan-alasan jelas dan positif maka berusahalah bertindak seadil-adilnya karena suatu hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah menyatakan:
“Barang siapa yang mempunyai dua orang istri dan dia cendrung kepada salah seorang diantara keduanya, nanti di hari kiamat dia akan dating dalam keadaan bahunya miring”


DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddinn, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta,Kencana 2009
Tihami, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,2009
Baidan, Nasruddin, Tafsir bi al-Ra’yi; upaya penggalian konsep wanita dalam al-Quran, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1999
Shihab, Quraish, Wawasan Al-quran, Jakarta,Mizan 2008
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Bandung,PT Almaa’rif:1980
Uu no 1 1979 pasal 3 dan 4 dan pp no 9 tahun 1975 pasal 40
Kompilasi Hukum Islam
http://nagapasha.blogspot.com/2009/06/poligami.html

 
Free Blogger Templates